Sonny T Danaparamita, anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan. (Foto: Istimewa) |
Banyuwangi Terkini – Kebijakan baru terkait tarif masuk kawasan konservasi menuai keresahan di kalangan umat Hindu. Dalam PP No. 36 Tahun 2024 menggantikan PP No. 12 Tahun 2014 dan mengatur jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tarif baru ini diterapkan untuk kawasan konservasi, termasuk Taman Nasional Alas Purwo, yang juga menjadi lokasi tempat ibadah suci umat Hindu, Pura Luhur Giri Salaka. Namun, penerapan tarif ini menuai kritik karena dianggap kurang mempertimbangkan kebutuhan masyarakat yang menggunakan kawasan tersebut untuk kegiatan ibadah, bukan wisata.
Sonny T Danaparamita, S.H, M.H, anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, mengkritik keras penerapan aturan tersebut, terutama karena berdampak pada umat Hindu yang beribadah di Pura Luhur Giri Salaka di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Ia menilai, penarikan tiket sebesar Rp 20.000 di hari biasa dan Rp 30.000 di hari libur tidak sejalan dengan amanat Pasal 28E Ayat (1) dan Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama.
“Kebebasan beragama serta menjalankan ibadah sesuai agama yang diyakini adalah kebebasan fundamental yang diakui dan dilindungi oleh UUD NRI Tahun 1945. Hal ini termaktub dalam Pasal 28E Ayat (1) dan Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” tegas Sonny dalam siaran persnya, Jumat (15/11).
Menurut Politisi PDI Perjuangan ini, kebijakan tersebut menunjukkan ketidakmampuan pihak pengelola untuk membedakan antara pengunjung yang berwisata dengan umat yang melaksanakan ibadah.
“Seharusnya terhadap penarikan tiket ini, pihak SPTN Alas Purwo mengerti dan memahami bahwa beribadah sangat berbeda dengan berwisata. Padahal dalam konteks internasional, pembedaan antara ibadah dan wisata lazim dilakukan. Hal ini dapat kita lihat misalnya yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi yang mengeluarkan kebijakan untuk membedakan antara ibadah umrah dengan wisata religi,” ujarnya.
Wakil Sekretaris Fraksi MPR RI ini menambahkan, bahwa penerapan tarif ini memberikan kesan bahwa ibadah tidak lagi gratis di negara Pancasila.
“Penarikan tiket bagi Umat Hindu yang akan melaksanakan ibadah tersebut secara substansi telah membawa makna bahwa di Negara Pancasila ini, melaksanakan ibadah bukan sesuatu yang gratis. Dan bahkan, sesungguhnya hal ini juga akan berlaku bagi umat muslim juga, mengingat di wilayah tersebut juga terdapat sebuah sarana ibadah bagi Umat Muslim,” ungkapnya.
Lebih lanjut, untuk menjaga kondusivitas umat beragama, Sonny meminta pihak pengelola Taman Nasional Alas Purwo segera mengambil langkah diskresi.
“Demi menjaga kondusifitas umat beragama serta dalam rangka memastikan terlaksananya kebebasan memeluk agama dan beribadat sebagaimana amanat UUD NRI Tahun 1945, maka Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional perlu melakukan semacam diskresi sebagai solusi atas permasalahan ini,” kata Sonny.
Selain itu, mantan aktivis GMNI ini juga berharap pemerintah lebih berhati-hati dalam menyusun regulasi agar tidak bertentangan dengan hak asasi manusia.
“Agar amanat konstitusi ini dapat terlaksana dengan baik, maka para penyelenggara negara atau pemerintahan dalam menyusun dan melaksanakan regulasi, harus bertindak tegak lurus sesuai dengan maksud dan tujuan dari amanat konstitusi yang menyangkut tentang Hak Asasi Manusia ini,” pungkas legislator asal Banyuwangi tersebut.***