![]() |
CELIOS rilis rapor 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan) |
Banyuwangi Terkini – Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi mencapai tonggak 100 hari pada 21 Januari 2025. Namun, studi terbaru dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkapkan hasil yang kurang memuaskan, dengan mayoritas menteri mendapat penilaian rendah.
Berbeda dengan survei evaluasi kinerja pemerintah lainnya, studi CELIOS menggunakan pendekatan expert judgment dengan melibatkan 95 jurnalis dari 44 lembaga pers kredibel. Para jurnalis ini memiliki akses langsung terhadap pejabat publik serta kebijakan yang dijalankan pemerintah, sehingga analisis mereka lebih objektif dan mendalam.
Prabowo dan Gibran Dapat Skor Rendah
Hasil survei menunjukkan bahwa Prabowo Subianto memperoleh skor 5 dari 10, sementara Gibran Rakabuming Raka hanya mendapat skor 3 dari 10. Sebagian besar responden menilai capaian program kerja dan kualitas komunikasi keduanya masih jauh dari harapan.
Tak hanya itu, beberapa menteri juga memperoleh penilaian buruk, di antaranya yakni Natalius Pigai (Menteri Hukum dan HAM), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi dan UKM), Bahlil Lahadalia (Menteri ESDM), Raja Juli Antoni (Menteri Kehutanan), dan Yandri Susanto (Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal).
Potensi Reshuffle Menguat, 88% Responden Setuju
Studi CELIOS juga menemukan bahwa 88% responden menilai reshuffle kabinet perlu dilakukan dalam enam bulan pertama. Penilaian ini muncul karena banyaknya janji politik yang belum terealisasi secara optimal.
Sebanyak 74% responden menilai janji politik hanya sebagian yang terlaksana, sementara 37% menganggap capaian program kurang optimal. Selain itu, 34% menilai rencana kebijakan tidak sesuai dengan kebutuhan publik, serta 52% menyoroti buruknya tata kelola anggaran pemerintah.
Kinerja Tim Ekonomi Dapat Rapor Merah
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira Adhinegara, menyoroti kinerja buruk tim ekonomi Prabowo-Gibran. Ia mengungkapkan beberapa indikator ekonomi yang menunjukkan tren negatif, di antaranya IHSG turun 5,82% dalam tiga bulan terakhir, PHK meningkat di sektor padat karya, daya beli masyarakat melemah dan imbal hasil surat utang pemerintah memburuk dibanding negara lain di kawasan.
Bhima juga menyoroti kurangnya kesiapan kabinet dalam menghadapi potensi proteksionisme dari kebijakan Presiden AS Donald Trump.
“Padahal tantangan proteksionisme Trump harus direspon melalui langkah menarik relokasi pabrik dari AS maupun China, tapi mengurus Apple saja sampai sekarang belum berhasil menjadi realisasi investasi. Koordinasi antar kementerian di 100 hari pertama buruk ya,” ujarnya.
Selain itu, ia juga mengkritik kebijakan Menteri ESDM yang belum mengambil langkah strategis dalam pengelolaan sumber daya alam.
“Sejauh ini Menteri ESDM belum melakukan pembatasan produksi nikel dan penghentian pembangunan smelter nikel yang sudah kelebihan pasokan. Kenapa tidak diambil regulasi yang tegas soal pembatasan produksi nikel untuk lindungi harga di pasar internasional?,” tambahnya.
Reformasi Hukum dan HAM Masih Jauh dari Harapan
Di sektor hukum dan hak asasi manusia (HAM), peneliti hukum CELIOS, Muhamad Saleh, menilai performa pemerintah masih stagnan. Lima masalah utama yang menjadi sorotan adalah wacana pengampunan koruptor, agresivitas aparat kepolisian, multifungsi TNI dalam urusan sipil, stagnasi kualitas HAM dan kebebasan sipil serta ketidakefektifan regulasi dan birokrasi.
“Evaluasi pencapaian 100 hari ini dapat dimanfaatkan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk berbenah agar pemerintahan ini dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi rakyat Indonesia,” kata Saleh.
Ia mencatat bahwa sebanyak 80 UU telah disahkan untuk pembentukan daerah, tetapi hanya satu Peraturan Pemerintah (PP) yang benar-benar menyentuh sektor kesejahteraan, yakni terkait penghapusan utang nelayan dan petani.
Tantangan Besar: Koordinasi Lembaga Masih Lemah
Studi CELIOS juga menemukan bahwa 46% responden menilai kolaborasi antar lembaga pemerintahan masih belum efektif. Beberapa contoh kebijakan yang tidak selaras antara kementerian adalah:
- Ketidakpastian dalam kebijakan pensiun dini PLTU, yang sebelumnya dijanjikan Prabowo di forum G20 Brasil.
- Blunder Kementerian Kehutanan dalam mendorong 20 juta hektare hutan untuk cadangan pangan dan energi, yang berpotensi merusak ekosistem.
- Kurangnya koordinasi dalam kebijakan hilirisasi nikel, yang berisiko menurunkan harga komoditas di pasar global.
Pemerintahan Perlu Evaluasi Serius
Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik CELIOS, menyarankan agar Prabowo-Gibran segera melakukan evaluasi mendalam terhadap kinerja kabinetnya.
“Prabowo-Gibran harus segera melakukan evaluasi mendalam terhadap kinerja menteri-menteri terkait pola komunikasi dan memperbaiki kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan publik. Banyak Menteri yang bermanuver sendiri, sekedar melontarkan ide tapi tidak memahami regulasi. Sampai saat ini, bahkan masih ada kementerian yang belum juga melantik pejabat eselonnya dan sebagian Menteri sibuk sendiri dan tidak mengurusi transisi kelembagaan di internal kementerian,” ujarnya.***