GUz9GfGlGpCiGUz7TfAlTpz7Td==

Fenomena Menjamurnya 'Warung Madura 24 Jam', Dosen FIB UNAIR Ungkap Makna Historis dan Budaya

Ilustrasi fenomena Warung Madura 24 Jam. (Sumber: Shutterstock/Khoirahman Triyoga)

Banyuwangi Terkini – Ungkapan “Madura Menguasai Dunia” tengah viral di media sosial dan menjadi bahan candaan warganet. Namun di balik itu, ternyata frasa tersebut memiliki makna historis dan budaya yang dalam. Hal itu diungkapkan Dr. La Ode Rabani, SS, M.Hum, dosen Ilmu Sejarah dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (UNAIR).

Menurut La Ode, ungkapan tersebut bukan sekadar jargon kebanggaan etnis, melainkan mencerminkan sejarah panjang etos kerja orang Madura, semangat merantau, hingga ketahanan budaya yang luar biasa.

“Dilacak dari akar historis, orang-orang Madura dikenal mempunyai etos kerja yang kuat dan bebas, tanpa mau diintervensi oleh penguasa kolonial Belanda sekalipun,” ujar La Ode, Rabu (16/7/2025), dikutip dari laman jatimprov.go.id.

La Ode menjelaskan, kondisi geografis Pulau Madura yang tidak subur dan bukan kawasan agraris memaksa warganya untuk bekerja keras. Bahkan etos kerja masyarakat Madura diakui oleh banyak kelompok, termasuk komunitas Tionghoa.

Dr. La Ode Rabani, SS, M.Hum, dosen Ilmu Sejarah di FIB UNAIR. (Foto: jatimprov.go.id)

“Berasal dari negeri yang secara ekologi tidak subur dan tidak berbasis agraris, orang-orang Madura telah menjadi pekerja keras dengan etos kerja luar biasa,” ungkap La Ode.

Madura dikenal pula sebagai etnis maritim. La Ode menyebut, mereka ahli dalam navigasi, pembuatan perahu, dan perdagangan pesisir. Hal itu diperkuat dari letak geografis Madura yang strategis berada di jalur utama perdagangan Nusantara.

“Madura secara geoekonomi sangat dekat dan terintegrasi intensif dengan pusat-pusat ekonomi maju di Jawa seperti Surabaya, Probolinggo, dan Pasuruan. Kondisi itulah menyebabkan orang-orang Madura belajar banyak dari geliat ekonomi yang ada,” paparnya.

La Ode menyebut, tradisi merantau telah menjadi bagian dari identitas orang Madura sejak lama. Mereka tersebar sebagai tentara, buruh, hingga pekerja misi, namun tetap menjaga jati diri.

“Di rantau, membawa budaya adalah sebuah keharusan, karena itu yang mengikat secara emosional,” tegasnya.

Menariknya, orang Madura cenderung merantau secara berkelompok, sebagai bentuk solidaritas dan perlindungan sosial, mengingat tidak semua wilayah menerima keberadaan mereka dengan baik.

“Mungkin, untuk menjaga tradisi tetap berjalan. Bisa juga karena orang-orang Madura tidak selalu diterima baik oleh sebagian masyarakat Indonesia sehingga bila ada hambatan atau hal lain yang membantu, mereka bisa saling menolong,” tuturnya. 

Fenomena warung Madura 24 jam juga menjadi bagian penting dalam pembahasan ini. La Ode menilai, keberadaan warung ini bukan sekadar fenomena ekonomi, tapi manifestasi dari etos kerja tanpa lelah.

Menurutnya, pembagian kerja dan waktu istirahat di antara keluarga atau kelompok pemilik warung adalah bentuk manajemen waktu untuk menggapai kehidupan yang lebih baik, tanpa melanggar prinsip agama maupun sosial.

“Orang-orang Madura masuk dan siap dalam ekonomi yang kompetitif. Buka sepanjang hari dan malam adalah bagian dari merespons perubahan," jelasnya.

Dalam perjalanannya, masyarakat Madura kini semakin diterima secara sosial di banyak daerah. Banyak yang menikah lintas etnis dan bahkan mengisi posisi strategis dalam birokrasi nasional.

Hal ini menurut La Ode adalah bukti nyata bahwa orang Madura telah bertransformasi dari kelompok marginal menjadi kekuatan sosial-ekonomi nasional, baik lewat jalur formal maupun informal.

“Ini adalah pesan bagi generasi bangsa. Di tengah kompetisi ekonomi yang ketat, malas adalah kehancuran, sedang kerja keras di luar batas normal adalah tuntutan. Kisah orang-orang Madura bekerja 24 jam tidak menyalahi aturan apapun, termasuk agama. Pembagian kerja dan waktu tidur di antara mereka adalah pemanfaatan waktu yang maksimal untuk meraih kehidupan ideal,” pungkasnya.***

Ketik kata kunci lalu Enter