![]() |
Anna Nur Nita, S.Hum penggagas program "Traveling Vintage Kabupaten Nganjuk". (Foto: Istimewa) |
Banyuwangi Terkini - Kabupaten Nganjuk, di wilayah barat Jawa Timur, memiliki kekayaan sejarah dan budaya yang tak kalah dengan daerah tetangganya seperti Mojokerto, Kediri, atau Blitar. Jika Mojokerto identik dengan warisan Majapahit, Nganjuk justru menawarkan jejak peradaban dari berbagai periode, mulai dari klasik (Hindu-Buddha), pra-Islam, Islamisasi, hingga kolonialisme. Namun, potensi besar ini belum sepenuhnya dikenal dan dimaknai masyarakat luas, khususnya generasi muda.
Menggagas "Traveling Vintage": Wisata Sejarah untuk Generasi Muda
Sebagai seorang sejarawan yang menaruh perhatian pada kebudayaan dan sejarah Nganjuk, saya (Anna Nur Nita, S.Hum) menggagas program "Traveling Vintage Kabupaten Nganjuk." Kegiatan ini dirancang sebagai perjalanan edukatif yang memadukan wisata sejarah, keterlibatan pelajar, serta kolaborasi lintas komunitas, termasuk Yayasan Studi Sejarah Kulit Pohon dan Lingkar Studi Sejarah dan Kebudayaan Murtasiyah.
Program ini terselenggara berkat dukungan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 11 Jawa Timur dan melibatkan berbagai pihak. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa pelestarian sejarah bukan hanya tugas pemerintah atau sejarawan lokal semata, melainkan tanggung jawab kolektif yang melibatkan komunitas dari berbagai wilayah, menciptakan sinergi antar-daerah dalam upaya melestarikan warisan budaya bangsa.
Pendekatan Partisipatif: Siswa sebagai Pembelajar Aktif
"Traveling Vintage Kabupaten Nganjuk" merupakan kegiatan perdana yang mengadopsi pendekatan partisipatif. Ratusan siswa SMA dari berbagai lembaga pendidikan di Nganjuk menjadi peserta aktif. Mereka tidak hanya berperan sebagai penonton, melainkan juga sebagai pembelajar yang diajak langsung untuk menyusuri, mengenal, dan memahami beragam situs sejarah yang tersebar di kabupaten ini.
![]() |
Marsya, Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Khas Jember memandu pelajar SMA Tajunganom 1 di Museum dr. Soetomo Kabupaten Nganjuk. (Foto: Istimewa) |
Para siswa diajak menapaki jejak masa lalu, berdialog dengan pelaku budaya, serta mengunjungi situs-situs peninggalan yang memiliki nilai historis tinggi. Rute "Traveling Vintage" mencakup beberapa situs penting: Museum Anjuk Ladang, Candi Lor, Candi Ngetos, Masjid Al-Mubarok, hingga Museum dr. Soetomo.
Kekhasan Setiap Destinasi Sejarah
Setiap situs memiliki kekhasan dan mewakili periode sejarah yang berbeda, memberikan gambaran utuh tentang perjalanan peradaban Nganjuk:
- Museum Anjuk Ladang: Menjadi titik awal penting untuk mengenal sejarah lokal Nganjuk, dari masa klasik hingga era modern. Museum ini menyimpan koleksi arkeologi, etnografi, dan dokumentasi yang menggambarkan dinamika masyarakat Nganjuk dari waktu ke waktu.
- Candi Lor: Sebagai salah satu candi peninggalan masa Hindu-Buddha, candi ini menjadi bukti eksistensi peradaban klasik di wilayah Nganjuk. Kunjungan ke Candi Lor sangat baik untuk menjelaskan bagaimana pengaruh budaya dan agama pada masa itu mewarnai struktur sosial dan pemerintahan.
- Masjid Al-Mubarok: Sebagai warisan arsitektur Islam awal di Nganjuk, masjid ini menjadi simbol transisi budaya lokal dari corak Hindu-Buddha menuju Islamisasi. Baik dari sisi arsitektur maupun historis, masjid ini menyimpan nilai penting tentang proses akulturasi budaya yang harmonis.
- Museum dr. Soetomo: Museum ini penting karena mengenang dr. Soetomo, tokoh pergerakan nasional yang lahir di Nganjuk. Kunjungan ini tidak hanya memperkenalkan sosok pendiri Budi Utomo, tetapi juga mengajak siswa merenungi semangat nasionalisme dan perjuangan kemerdekaan yang telah tertanam sejak awal abad ke-20.
Pemandu Sejarah: Menghidupkan Narasi Masa Lalu
Kegiatan ini juga melibatkan anggota Yayasan Studi Sejarah Kulit Pohon, sebuah komunitas studi sejarah independen dari Jember yang memiliki rekam jejak dalam eksplorasi, dokumentasi, dan pendidikan sejarah di Jawa Timur. Mereka bertugas sebagai pemandu sejarah (tour guide) yang memberikan narasi mendalam kepada para peserta. Dengan gaya bertutur yang menarik dan didukung riset kuat, para pemandu ini mampu menyampaikan materi sejarah dengan cara yang mudah dipahami dan relevan dengan konteks kekinian.
![]() |
Kunjungan ke Masjid Al-Mubarok Berbek. (Foto: Istimewa) |
Ruang Pembelajaran Terbuka dan Tanggung Jawab Intelektual
Lebih dari sekadar kunjungan wisata biasa, "Traveling Vintage Kabupaten Nganjuk" dirancang sebagai ruang pembelajaran terbuka yang mengintegrasikan pendidikan sejarah, pelestarian budaya, dan penguatan identitas lokal. Harapannya, generasi muda tidak hanya memahami sejarah nasional dari buku pelajaran, tetapi juga mencintai sejarah tempat mereka tinggal.
Sebagai sejarawan yang menekuni kajian sejarah lokal Nganjuk, saya merasa kegiatan ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dan intelektual. Melalui program ini, pihaknya berupaya menjaga, merawat, dan mengenalkan kembali peninggalan sejarah kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Tidak cukup hanya dengan mendokumentasikan atau meneliti, perlu juga membuka ruang-ruang edukatif yang menyenangkan agar sejarah bisa kembali hidup dalam kesadaran kolektif masyarakat.
"Traveling Vintage Kabupaten Nganjuk" bukanlah akhir, melainkan sebuah permulaan. Ke depan, saya berharap kegiatan ini dapat menjadi agenda tahunan, berkembang dengan konsep yang lebih matang, melibatkan lebih banyak pihak, serta menjangkau situs-situs sejarah lainnya yang belum tergali. Kabupaten Nganjuk memiliki potensi sejarah yang luar biasa, dan sudah saatnya kita semua bergerak bersama untuk menjaga dan menghidupkan kembali warisan masa lalu sebagai bekal menghadapi masa depan.***
Penulis: Anna Nur Nita, S.Hum (Sejarawan, Akademisi dan Penerima BANPEM untuk Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan tahun 2025), Alamat: Desa Warujayeng, Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk