![]() |
Road to Festival Gandrung Sewu 2025, ini sejarah dan filosofi Tari Gandrung Banyuwangi. (Foto: eventdaerah.kemenparekraf.go.id) |
BANYUWANGITERKINI.ID — Indonesia dikenal sebagai negeri dengan kekayaan budaya yang luar biasa, dan salah satu wujudnya dapat dilihat melalui beragam tari tradisional yang sarat makna. Dari sekian banyak tarian daerah, Tari Gandrung Banyuwangi menjadi salah satu yang paling menonjol karena memadukan nilai sejarah, spiritualitas, dan keindahan gerak dalam satu pertunjukan yang memikat.
Tari Gandrung bukan sekadar hiburan, melainkan ungkapan rasa syukur masyarakat Banyuwangi setelah masa panen. Dalam bahasa Jawa, “gandrung” berarti terpesona — menggambarkan kekaguman masyarakat terhadap Dewi Sri, dewi padi yang dipercaya membawa kemakmuran dan kesejahteraan. Tarian ini menjadi simbol hubungan manusia dengan alam serta bentuk penghormatan kepada sang pemberi rezeki.
Asal-Usul dan Sejarah Tari Gandrung
Menurut catatan sejarah lokal, Tari Gandrung pertama kali diperkenalkan oleh seorang perempuan bernama Semi, yang kemudian menjadi pelopor tradisi Gandrung di Banyuwangi. Setelah Semi wafat, adik-adiknya meneruskan tradisi itu dengan memakai nama panggung yang diawali kata “Gandrung”. Seiring waktu, kesenian ini menyebar luas dan menjadi bagian dari identitas budaya Banyuwangi.
Awalnya, hanya perempuan dari keluarga penari Gandrung yang diperbolehkan menarikan tarian ini. Namun, sejak tahun 1970-an, batasan itu mulai hilang. Banyak perempuan muda di luar garis keturunan penari Gandrung ikut mempelajarinya dan menjadikannya sebagai profesi yang membanggakan.
Menariknya, dalam sejarah awalnya, Tari Gandrung pernah dibawakan oleh laki-laki yang berdandan seperti perempuan. Namun, tradisi ini mulai berkurang pada akhir abad ke-19 karena pengaruh ajaran agama yang melarang pria berpenampilan seperti wanita. Hingga akhirnya pada tahun 1914, penampilan Gandrung laki-laki benar-benar tidak lagi ditemukan.
Makna dan Filosofi Gerakan Tari
Keindahan gerakan Tari Gandrung Banyuwangi terletak pada perpaduan tangan, kaki, dan bahu yang bergerak selaras. Gerakannya tidak hanya indah dipandang, tetapi juga menyimpan makna mendalam.
Gerakan tangan yang lembut melambangkan rasa syukur dan penghormatan. Langkah kaki yang dinamis menggambarkan kerja keras, semangat hidup, dan keteguhan hati.
Pada masa penjajahan, tarian ini bahkan menjadi simbol perlawanan rakyat Banyuwangi. Lewat irama dan gerakannya, para penari menyampaikan pesan moral dan semangat patriotisme kepada masyarakat, sekaligus menjaga api kebudayaan agar tidak padam di tengah tekanan kolonial.
Kini, Tari Gandrung tidak hanya menjadi bagian dari upacara adat, tetapi juga tampil di berbagai ajang nasional dan internasional. Setiap pementasan besar menghadirkan ratusan penari yang menari serempak, menciptakan harmoni gerak yang memukau dan menggambarkan nilai gotong royong khas masyarakat Banyuwangi.
Dalam konteks modern, Gandrung tidak lagi sekadar tarian rakyat, tetapi telah menjadi ikon pariwisata Banyuwangi yang mengundang decak kagum wisatawan lokal dan mancanegara.
Festival Gandrung Sewu 2025: Warisan yang Terus Hidup
Puncak kemegahan seni Gandrung dapat disaksikan dalam Festival Gandrung Sewu, agenda budaya tahunan yang digelar di Pantai Boom, Banyuwangi. Festival ini menampilkan ribuan penari Gandrung yang menari bersamaan di tepi pantai dengan latar megah Selat Bali.
Tahun ini, Festival Gandrung Sewu 2025 akan diselenggarakan pada 23–25 Oktober dengan mengusung tema “Selendang, Sang Gandrung.”
Tema ini diambil dari selendang sebagai simbol keanggunan dan pengikat antara penari dan penonton — menggambarkan bahwa kebudayaan bukan hanya untuk ditonton, tetapi juga dirasakan sebagai bagian dari kehidupan.
Selain menjadi ajang pelestarian budaya, festival ini juga terbukti berdampak positif pada sektor pariwisata dan ekonomi lokal. Ribuan wisatawan hadir setiap tahunnya untuk menyaksikan atraksi budaya yang spektakuler ini.
Menjaga Warisan, Menguatkan Identitas
Melalui Tari Gandrung, masyarakat Banyuwangi berhasil menjaga warisan leluhur agar tetap relevan di tengah modernitas. Tari ini menjadi simbol identitas daerah sekaligus kebanggaan nasional yang menunjukkan bahwa budaya bukanlah sesuatu yang statis, melainkan terus hidup dan berkembang bersama zaman.
Sebagaimana nilai yang terkandung di dalamnya, Gandrung mengajarkan manusia untuk selalu bersyukur, menghormati alam, serta menjaga harmoni dalam kehidupan. Di tengah hiruk pikuk dunia modern, pesan spiritual dari Tari Gandrung tetap menggema: bahwa keindahan sejati lahir dari keselarasan antara hati, gerak, dan alam semesta.***