GUz9GfGlGpCiGUz7TfAlTpz7Td==

Kontroversi Wacana Izin Tambang untuk Perguruan Tinggi, Peluang atau Ancaman?

Ilustrasi wacana perguruan tinggi dapat izin kelola tambang. (Foto: Istimewa)

Banyuwangi Terkini - Setelah ormas keagamaan, kini muncul wacana perguruan tinggi sebagai penerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Usulan ini tertuang dalam draf RUU perubahan ke-3 UU 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Pemerintah menyebut kebijakan ini bertujuan memberikan peluang kepada perguruan tinggi untuk memperluas sumber pendanaan, yang selama ini terbatas pada APBN, APBD, dana hibah, zakat, dana abadi, kerja sama tridharma, biaya pendidikan (UKT), serta pengelolaan kekayaan negara.

Pendapatan dari pengelolaan tambang diharapkan dapat membantu pembiayaan operasional, riset, hingga meringankan UKT mahasiswa, sehingga meningkatkan kualitas serta akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi.

Namun, wacana ini langsung menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk LSM, akademisi, hingga mahasiswa, yang khawatir akan dampak lingkungan serta potensi konflik kepentingan.

Penolakan Menguat, Ada Risiko Kerusakan Lingkungan dan Konflik Kepentingan

Sejumlah pihak menilai bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam industri tambang berisiko menggeser orientasi akademik dari Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) menjadi berorientasi bisnis.

Dalam keterangan resminya, LSM Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya lebih memaksimalkan alokasi anggaran pendidikan dari APBN, bukan mendorong kampus terlibat dalam aktivitas ekstraktif.

Pihaknya menyebut, daripada memberi izin tambang kepada perguruan tinggi, pemerintah sebaiknya mengoptimalkan anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari APBN untuk membiayai perguruan tinggi.

Sebagai catatan, anggaran pendidikan pada 2025 mencapai Rp724,3 triliun, namun hanya 8,5% (Rp61,4 triliun) dialokasikan untuk pendidikan tinggi.

Selain itu, beberapa poin utama penolakan wacana ini meliputi:

  • Kerusakan Lingkungan – Aktivitas pertambangan yang semakin masif dapat memperparah degradasi lingkungan.
  • Konflik Kepentingan – Kampus yang mengelola tambang bisa kehilangan independensinya dalam penelitian dan kebijakan akademik.
  • Pengaburan Tridharma Perguruan Tinggi – Orientasi pendidikan dapat berubah dari fokus akademik ke arah profitisasi.

Dukungan: Sumber Pendanaan Baru untuk Kampus?

Di sisi lain, wacana ini juga memiliki pendukung yang melihatnya sebagai peluang bagi perguruan tinggi untuk mandiri secara finansial.

Beberapa poin yang menjadi dasar dukungan terhadap kebijakan ini:

  • Menambah Sumber Pendapatan – Kampus bisa mendapatkan dana tambahan untuk riset, pengembangan akademik, dan subsidi UKT mahasiswa.
  • Mengurangi Beban APBN – Perguruan tinggi dapat mencari pendanaan alternatif tanpa bergantung sepenuhnya pada pemerintah.
  • Peluang Riset dan Inovasi – Jika dikelola dengan baik, kampus bisa memanfaatkan tambang sebagai laboratorium penelitian dan inovasi teknologi pertambangan yang lebih ramah lingkungan.

Namun, dukungan ini tetap disertai dengan syarat pengawasan ketat agar perguruan tinggi tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan, bukan semata entitas bisnis.

Wacana pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi masih menjadi perdebatan panas. Di satu sisi, kebijakan ini berpotensi membantu keuangan kampus, tetapi di sisi lain, ada ancaman kerusakan lingkungan dan konflik kepentingan.

Pemerintah diharapkan bisa memberikan regulasi yang jelas dan ketat, termasuk mekanisme pengawasan serta batasan keterlibatan kampus dalam industri tambang, agar pendidikan tetap menjadi prioritas utama.

Bagaimana menurut Anda? Haruskah perguruan tinggi diberi izin tambang, atau sebaiknya tetap fokus pada dunia akademik?***