GUz9GfGlGpCiGUz7TfAlTpz7Td==

Historiografi Sejarah Indonesia: Pengertian, Jenis, dan Peranannya dalam Membangun Nasionalisme

Ruang/studio menggambar teknik untuk siswa bagian mesin dari Prinses Juliana School di Yogyakarta, Jawa. (Foto: Tropenmuseum/Wikimedia Commons / CC-BY 3.0. 2009)

BANYUWANGITERKINI.IDMenulis sejarah bukan sekadar mencatat masa lalu, tetapi juga menafsirkan perjalanan sebuah bangsa agar dapat dimengerti oleh generasi masa kini. Dalam dunia akademik, kegiatan menulis sejarah dikenal dengan istilah historiografi yaitu tahapan terakhir dalam metode penelitian sejarah setelah pengumpulan data (heuristik), kritik sumber, dan interpretasi.

Menurut Lohanda (2011), keberhasilan seorang sejarawan tidak hanya diukur dari kemampuannya menemukan sumber, tetapi juga dari kemampuannya menuliskan hasil penelitian dalam bentuk historiografi yang sistematis, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Historiografi memiliki fungsi penting: bukan hanya mendokumentasikan fakta, melainkan juga membangun kesadaran nasional, memperkuat identitas bangsa, dan memberikan pelajaran berharga dari masa lalu untuk masa depan.

Apa Itu Historiografi?

Secara etimologis, historiografi berasal dari dua kata Yunani, yaitu historia (sejarah) dan graphien (menulis). Dengan demikian, historiografi berarti penulisan tentang sejarah. Dalam praktiknya, historiografi adalah proses menyusun fakta-fakta sejarah yang telah diverifikasi menjadi narasi yang utuh dan bermakna.

Historiografi bukan sekadar laporan kronologis, tetapi juga interpretasi. Sejarawan harus mampu menghubungkan satu fakta dengan fakta lainnya, menjelaskan sebab dan akibat, serta menarik makna dari setiap peristiwa. Oleh sebab itu, historiografi selalu bersifat analitis dan reflektif, bukan sekadar deskriptif.

Hasil dari historiografi dapat berupa laporan penelitian ilmiah, buku sejarah, artikel jurnal, hingga publikasi populer yang bertujuan untuk mendidik dan menyadarkan masyarakat tentang perjalanan bangsanya.

Tiga Jenis Historiografi dalam Sejarah Indonesia

Historiografi Indonesia telah berkembang seiring perubahan zaman dan paradigma berpikir para sejarawan. Secara umum, terdapat tiga jenis utama historiografi yang diakui dalam dunia akademik: tradisional, kolonial, dan modern. Ketiganya memiliki perbedaan dalam sumber, pendekatan, serta tujuan penulisan.

1. Historiografi Tradisional: Sejarah yang Berpusat pada Raja dan Istana

Historiografi tradisional merupakan bentuk penulisan sejarah yang berkembang pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Nusantara. Ciri khas utamanya adalah berpusat pada istana, dengan fokus utama pada kisah raja, bangsawan, dan tokoh-tokoh besar.

Karya-karya historiografi tradisional biasanya berbentuk prasasti, babad, hikayat, kronik, dan naskah keagamaan. Contohnya antara lain:

  • Babad Tanah Jawi yang menceritakan silsilah raja-raja Jawa,
  • Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu dari dunia Melayu,
  • serta berbagai prasasti yang ditulis dengan aksara Pallawa, Jawa Kuno, atau Arab Pegon.

Historiografi tradisional juga bersifat religiosentris, yakni menempatkan unsur keagamaan sebagai pusat dari peristiwa sejarah. Kejadian-kejadian besar sering kali dikaitkan dengan kehendak ilahi atau kekuatan gaib, bukan analisis rasional.

Selain itu, historiografi tradisional cenderung kedaerahan. Setiap kerajaan memiliki versi sejarahnya sendiri yang menonjolkan legitimasi dan kejayaan penguasanya. Hal ini membuat penulisan sejarah masa lampau lebih bersifat glorifikasi ketimbang analisis.

2. Historiografi Kolonial: Sejarah dari Kacamata Bangsa Penjajah

Ketika bangsa Eropa datang ke Nusantara, paradigma penulisan sejarah berubah drastis. Para ilmuwan dan penjelajah Eropa menulis kisah Nusantara dari sudut pandang mereka — yang kemudian dikenal sebagai historiografi kolonial.

Ciri utama dari historiografi kolonial adalah Eropa-sentris, yaitu menjadikan bangsa Eropa sebagai pusat dari seluruh peristiwa. Rakyat Nusantara hanya digambarkan sebagai objek pasif, bukan subjek sejarah yang berperan aktif.

Tulisan-tulisan sejarah dari masa kolonial banyak dihasilkan oleh pejabat atau ilmuwan Eropa yang tinggal di Hindia Belanda. Beberapa karya terkenal di antaranya:

  • Thomas Stamford Raffles dengan karyanya The History of Java (1817), yang menggambarkan budaya Jawa dari sudut pandang kolonial Inggris;
  • Christiaan Snouck Hurgronje dengan De Atjeher (1893), yang menulis tentang masyarakat Aceh untuk kepentingan kebijakan kolonial Belanda;
  • F.W. Stapel dengan Geschiedenis van Nederlandsch-Indië (1939), yang menulis sejarah Hindia Belanda dari perspektif Belanda-sentris.

Sumber utama dari historiografi kolonial adalah arsip-arsip pemerintahan Hindia Belanda, laporan misi, dan catatan administrasi kolonial.

Sayangnya, penulisan sejarah versi kolonial ini kerap mengandung bias — menggambarkan bangsa Indonesia sebagai masyarakat “terbelakang” yang harus “dididik” oleh bangsa Eropa. Dengan demikian, historiografi kolonial lebih berfungsi sebagai alat legitimasi kekuasaan kolonial daripada pencarian kebenaran ilmiah.

3. Historiografi Modern: Membangun Kesadaran Nasional dan Identitas Bangsa

Setelah Indonesia merdeka, para sejarawan mulai mengembangkan paradigma baru dalam menulis sejarah yaitu historiografi modern.

Menurut Sartono Kartodirjo, historiografi modern menempatkan rakyat Indonesia sebagai pelaku utama sejarahnya sendiri. Artinya, sejarah tidak lagi dilihat dari kacamata penguasa atau penjajah, melainkan dari perspektif rakyat dan bangsa Indonesia.

Ciri-ciri historiografi modern antara lain:

  • Indonesia-sentris, bukan Eropa-sentris.
  • Menggunakan pendekatan ilmiah dan kritis, berdasarkan penelitian sumber yang diverifikasi.
  • Tidak hanya menyoroti tokoh besar, tetapi juga peran rakyat kecil, seperti petani, buruh, perempuan, dan kelompok masyarakat lainnya.
  • Bertujuan untuk membangun nasionalisme dan identitas bangsa.

Salah satu karya penting dalam historiografi modern adalah “Pemberontakan Petani di Banten Tahun 1888” karya Sartono Kartodirjo. Buku ini menggunakan pendekatan multidisipliner — menggabungkan sejarah, sosiologi, dan ekonomi — untuk menjelaskan perlawanan rakyat terhadap kolonialisme.

Selain Sartono, tokoh penting lain adalah Muhammad Yamin. Ia menekankan bahwa menulis sejarah bukan hanya kegiatan akademik, tetapi juga alat untuk membangun rasa cinta tanah air dan kebanggaan nasional.

Presiden Soekarno bahkan menegaskan pentingnya sejarah dalam membangun karakter bangsa melalui semboyannya yang legendaris: “Jas Merah — Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah.”

Historiografi modern inilah yang menjadi dasar penulisan sejarah di Indonesia saat ini — yang lebih kritis, reflektif, dan berorientasi pada nilai-nilai nasionalisme.

Fungsi dan Peran Historiografi bagi Bangsa Indonesia

Historiografi memiliki peran strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui penulisan sejarah yang objektif dan mendalam, masyarakat dapat memahami akar permasalahan sosial, politik, dan budaya masa kini.

Beberapa peran penting historiografi antara lain:

1. Sebagai sarana pembelajaran nasional.

Sejarah mengajarkan nilai perjuangan, keteguhan, dan solidaritas antarbangsa.

2. Sebagai dasar pembentukan identitas bangsa.

Dengan mengenali sejarahnya, bangsa Indonesia memiliki pijakan kuat untuk memahami jati dirinya.

3. Sebagai alat refleksi masa depan.

Historiografi membantu kita belajar dari kesalahan masa lalu untuk menentukan arah masa depan yang lebih baik.

4. Sebagai media kritik sosial.

Penulisan sejarah juga bisa berfungsi untuk mengkritik kekuasaan atau kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, seperti yang dilakukan Sartono Kartodirjo dan generasi sejarawan setelahnya.

Menulis Historiografi: Tanggung Jawab Ilmiah dan Moral

Menulis sejarah bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan integritas, ketelitian, dan tanggung jawab ilmiah yang tinggi. Sejarawan harus berpegang pada prinsip kejujuran dan obyektivitas dalam menafsirkan sumber.

Hasil historiografi harus melalui proses:

  • Heuristik (mengumpulkan sumber),
  • Kritik sumber (memeriksa keaslian dan kredibilitas),
  • Interpretasi (menafsirkan makna hubungan antar-fakta),
  • dan akhirnya Historiografi (menulis dan mempublikasikan hasil penelitian).

Publikasi hasil historiografi baik berupa buku, artikel, maupun jurnal penting agar hasil penelitian dapat diakses dan dikritisi oleh masyarakat ilmiah dan publik luas.

Penutup: Jas Merah dan Masa Depan Penulisan Sejarah Indonesia

Menulis sejarah bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi membangun kesadaran masa depan. Historiografi Indonesia telah berkembang dari masa tradisional yang istana-sentris, ke masa kolonial yang Eropa-sentris, hingga masa modern yang Indonesia-sentris.

Setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan tradisi ini: menulis sejarah dengan jujur, ilmiah, dan berpihak pada kebenaran.

Seperti pesan Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, dan bangsa yang lupa sejarahnya tidak akan pernah besar.”

Historiografi adalah cermin bagi perjalanan bangsa tempat kita bercermin, belajar, dan melangkah maju dengan kesadaran sejarah yang kuat.***

Ketik kata kunci lalu Enter