Ratusan petani gelar tradisi Bubak Bumi di Dam Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi. (Foto: humas/kab/bwi) |
Banyuwangi Terkini - Sebanyak 275 petani yang tergabung dalam Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) se-Banyuwangi menggelar tradisi Bubak Bumi di Dam Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi, Senin (30/09). Ritual tahunan ini diadakan untuk memohon kelancaran dalam musim tanam baru, serta memupuk persaudaraan dan keguyuban di antara petani.
Bubak Bumi adalah tradisi turun-temurun para petani Banyuwangi sebagai tanda syukur sekaligus doa untuk kelancaran pertanian. Pada kesempatan ini, para petani membawa bekal makanan berupa tumpeng yang dinikmati bersama setelah pembacaan doa. Tradisi ini tidak hanya digelar di Dam besar seperti Karangdoro, namun juga di dam-dam kecil di seluruh Banyuwangi.
"Bubak Bumi adalah tradisinya para petani saat memulai masa tanam. Tidak hanya dilakukan di Dam besar seperti Dam Karangdoro ini, tapi petani di Dam-Dam kecil juga ikut melakukannya," ujar Pj. Sekretaris Daerah Banyuwangi, Guntur Priambodo, saat membuka acara.
Dipilihnya Dam Karangdoro sebagai lokasi utama Bubak Bumi bukan tanpa alasan. Dam yang dibangun pada era Hindia Belanda ini adalah yang terbesar di Banyuwangi, mengairi lahan sawah seluas 16.165 hektar di sembilan kecamatan, termasuk Tegalsari, Bangorejo, dan Pesanggaran.
"Dam Karangdoro ini melayani kebutuhan air bagi pertanian di sembilan wilayah tersebut agar produktivitasnya terus meningkat. Karenanya keberadaaan dam ini sangat vital maka perlu kita jaga bersama debit airnya maupun kebersihannya," tambah Guntur.
Ia juga menceritakan sejarah Dam Karangdoro, yang sempat mengalami kerusakan akibat banjir besar pada tahun 1929, sebuah peristiwa yang dikenang sebagai "Belabur Senin Legi."
"Dam ini dibangun pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1921. Namun meski dibangun pemerintah Hindia Belanda, tapi pimpinan proyeknya adalah orang Indonesia asli, Ir Sutedjo," ujar Guntur.
“Bencana banjir tersebut sebagai salah satu awal dilakukannya Ritual Bubak Bumi dan digelar pada hari Senin. Untuk memohon kelancaran pertanian dan terhindar dari bencana serupa,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari prosesi, dilakukan upacara menuangkan dawet ke sungai sebagai simbol harapan agar air melimpah dan dapat menyuburkan lahan pertanian. Acara ini diakhiri dengan para petani bersama-sama menikmati 100 tumpeng sebagai ungkapan syukur.
Sekretaris Dinas PU Pengairan, Riza Al Fahrobi, menegaskan pentingnya Dam Karangdoro yang juga merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.
"Baku sawah yang dilayani Dam Karangdoro ini terbesar di Banyuwangi dan Jawa Timur, luasnya capai 16.165 hektar. Operasional dan pemeliharaannya digarap bareng Dinas PU Pengairan Banyuwangi, Balai Besar Brantas, dan Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PUSDA) wilayah Sungai Sampean Baru, karena Dam Karangdoro juga merupakan kewenangan pemerintah pusat," ujar Riza.
Dengan diadakannya tradisi Bubak Bumi, harapan para petani Banyuwangi untuk musim tanam yang sukses dan hasil panen yang melimpah semakin kuat.