GUz9GfGlGpCiGUz7TfAlTpz7Td==

Sun Yat Sen: Bapak Revolusi Cina dan Pencetus Tiga Prinsip Rakyat yang Mengubah Dunia

Sun Yat Sen, bapak revolusi Cina dan pengaruhnya di Asia. (Foto: Istimewa)

BANYUWANGITERKINI.IDSetiap bangsa besar memiliki tokoh yang menjadi simbol perubahan. Di Tiongkok, nama Sun Yat Sen menempati posisi paling terhormat sebagai “Bapak Revolusi Cina” (Father of Modern China). Ia bukan hanya pendiri Republik Tiongkok, tetapi juga pemikir politik besar yang menciptakan fondasi ideologis bagi berdirinya negara modern di Asia Timur.

Melalui gagasannya yang dikenal dengan “Tiga Prinsip Rakyat” (San Min Chu I) — yakni Nasionalisme, Demokrasi, dan Kesejahteraan Rakyat — Sun Yat Sen menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang melampaui zamannya. Pemikirannya tidak hanya memengaruhi perkembangan politik Tiongkok, tetapi juga menginspirasi banyak gerakan kemerdekaan di Asia, termasuk Indonesia.

Namun, di balik kebesaran namanya, Sun Yat Sen adalah anak petani miskin dari Guangdong yang menempuh jalan panjang, penuh pengasingan dan pengorbanan, untuk menggulingkan Dinasti Qing dan membangun cita-cita sebuah republik yang modern dan berdaulat.

Awal Kehidupan Sun Yat Sen: Dari Anak Petani hingga Mahasiswa Kedokteran

Sun Yat Sen lahir pada 12 November 1866 di Xiangshan, Guangdong, Cina Selatan (kini dikenal sebagai Kota Zhongshan, yang kemudian diambil dari namanya). Ia berasal dari keluarga petani miskin. Kondisi ekonomi yang sulit membuat masa kecilnya penuh keterbatasan, namun hal itu tidak memadamkan semangatnya untuk belajar.

Pendidikan awalnya ditempuh di sekolah misionaris Inggris di Hawaii selama tiga tahun. Lingkungan multikultural di sana membuka cakrawalanya terhadap dunia Barat — terutama mengenai nilai-nilai kebebasan, demokrasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Setelah itu, ia melanjutkan studi di sekolah Amerika, Oahu College (kini Punahou School).

Pada tahun 1886, Sun Yat Sen masuk sekolah kedokteran di Hong Kong, dan berhasil lulus pada tahun 1892. Ia memperoleh gelar dokter dari Hong Kong College of Medicine for Chinese (cikal bakal Universitas Hong Kong).

Meskipun berprofesi sebagai dokter, Sun lebih tertarik pada perubahan sosial dan politik ketimbang praktik medis. Ia menyaksikan penderitaan rakyat di bawah pemerintahan Dinasti Qing yang korup, feodal, dan anti-modernisasi.

Pengalaman ini membangkitkan ambisinya untuk menggulingkan kekuasaan lama dan membangun Cina yang baru — bebas dari penindasan dan mampu berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa Barat.

Lahirnya Gerakan Revolusi: Revive China Society dan Liga Persatuan

Kekecewaan Sun Yat Sen terhadap pemerintahan Qing mendorongnya mendirikan organisasi rahasia bernama Revive China Society (Xingzhonghui) pada tahun 1894 di Honolulu, Hawaii. Tujuan organisasi ini jelas: membangkitkan semangat nasionalisme dan menggulingkan Dinasti Qing yang dianggap sebagai penghambat kemajuan bangsa.

Gerakan ini menjadi cikal bakal kelompok revolusioner modern pertama di Cina. Melalui organisasi tersebut, Sun mulai melakukan propaganda politik dan sosial, menyebarkan ide-ide pembaruan ke seluruh negeri dan komunitas perantauan Cina di luar negeri.

Pada tahun-tahun berikutnya, ia mendirikan Liga Persatuan (Tongmenghui) di Jepang. Organisasi ini merupakan hasil penggabungan beberapa kelompok revolusioner yang memiliki tujuan sama — menggulingkan Qing dan mendirikan republik.

Tongmenghui inilah yang kemudian menjadi embrio Partai Nasionalis Cina (Kuomintang/KMT).

Untuk menyebarkan gagasan revolusinya, Sun menerbitkan jurnal Minbao (Rakyat), di mana ia menuliskan ide-idenya tentang “Tiga Prinsip Rakyat” (San Min Chu I). Jurnal ini menjadi alat penting untuk membangkitkan kesadaran rakyat terhadap ide nasionalisme, demokrasi, dan kesejahteraan sosial.

Tiga Prinsip Rakyat (San Min Chu I): Fondasi Ideologi Republik Cina

Salah satu kontribusi intelektual terbesar Sun Yat Sen adalah “Tiga Prinsip Rakyat” (San Min Chu I) — sebuah ideologi politik yang hingga kini menjadi dasar pemikiran politik Tiongkok modern, terutama di Taiwan.

Berikut adalah tiga pilar utama gagasan tersebut:

1. Nasionalisme (Minzu Zhuyi / 民族主义)

Sun Yat Sen menyadari bahwa Cina pada masanya terpecah-pecah oleh feodalisme dan terjajah oleh kekuatan asing. Karena itu, ia menekankan pentingnya nasionalisme untuk membangkitkan rasa cinta tanah air dan kesatuan bangsa.

Menurutnya, rakyat Cina harus bangkit melawan penjajahan asing dan menumbuhkan identitas nasional yang kuat agar dapat sejajar dengan bangsa lain.

2. Demokrasi (Minquan Zhuyi / 民权主义)

Prinsip kedua adalah demokrasi, yaitu gagasan bahwa kekuasaan harus berada di tangan rakyat, bukan di tangan kaisar atau golongan bangsawan.

Ia mengusulkan sistem pemerintahan yang meniru model Barat namun disesuaikan dengan budaya Timur: adanya konstitusi, pemilihan umum, dan pembagian kekuasaan yang adil antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

3. Kesejahteraan Rakyat (Minsheng Zhuyi / 民生主义)

Prinsip ketiga menekankan penghidupan rakyat. Sun Yat Sen percaya bahwa kemerdekaan politik tanpa kesejahteraan ekonomi tidak ada artinya. Ia menyerukan reformasi tanah, industrialisasi, dan pemerataan ekonomi agar rakyat tidak lagi hidup dalam kemiskinan.

Ketiga prinsip ini menjadi ide besar yang tidak hanya mengubah arah politik Cina, tetapi juga memengaruhi gerakan kebangsaan di Asia, termasuk pemikiran tokoh-tokoh nasional Indonesia seperti Soekarno yang juga menekankan pentingnya nasionalisme dan kesejahteraan sosial dalam perjuangan kemerdekaan.

Perjuangan Revolusi dan Berdirinya Republik Tiongkok

Perjuangan Sun Yat Sen tidak berjalan mudah. Sejak mendirikan organisasi revolusioner pertamanya, ia hidup dalam pengasingan selama bertahun-tahun, berpindah-pindah antara Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Meskipun sering gagal dalam berbagai pemberontakan terhadap Dinasti Qing, Sun tidak pernah menyerah. Ia terus membangun jaringan, menggalang dana dari diaspora Cina di luar negeri, dan mengobarkan semangat perjuangan melalui tulisan dan pidato.

Puncak dari perjuangannya terjadi pada tahun 1911, ketika Revolusi Xinhai meletus. Pemberontakan ini berhasil menggulingkan kekuasaan Dinasti Qing yang telah berkuasa selama lebih dari 260 tahun.

Hasilnya, pada 1 Januari 1912, Republik Tiongkok resmi berdiri, dan Sun Yat Sen diangkat sebagai Presiden pertama.

Namun, masa jabatannya tidak berlangsung lama karena kondisi politik yang tidak stabil dan tekanan dari militer. Ia kemudian menyerahkan jabatan presiden kepada Yuan Shikai, seorang jenderal yang diharapkan bisa menjaga stabilitas negara.

Meskipun kecewa dengan arah pemerintahan setelahnya, Sun tetap berjuang untuk memperkuat ideologi republik dan menentang segala bentuk otoritarianisme.

Tahun-Tahun Terakhir dan Warisan Sejarahnya

Sun Yat Sen menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya dengan terus memperjuangkan persatuan nasional dan pembentukan pemerintahan yang demokratis. Pada periode 1923–1925, ia kembali menjabat sebagai Presiden sementara Republik Tiongkok.

Namun, kesehatannya menurun drastis akibat penyakit kanker hati. Pada 12 Maret 1925, Sun Yat Sen wafat di Beijing. Kematian tokoh besar ini meninggalkan duka mendalam bagi rakyat Cina dan seluruh dunia.

Meskipun tidak sempat melihat terwujudnya kesejahteraan yang diimpikannya, jasa Sun Yat Sen diakui secara universal. Ia dianggap sebagai pemersatu bangsa Cina dan penggagas revolusi nasional pertama di Asia Timur.

Bahkan hingga kini, baik Republik Rakyat Tiongkok (RRT) maupun Taiwan (ROC) sama-sama mengakui Sun Yat Sen sebagai tokoh besar yang berjasa membentuk dasar negara modern.

Pengaruh Sun Yat Sen di Asia dan Dunia

Pemikiran Sun Yat Sen tidak berhenti di perbatasan Cina. Ide-idenya mengenai nasionalisme, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat menyebar luas ke seluruh Asia.

Banyak pemimpin Asia, termasuk Soekarno (Indonesia), Aung San (Myanmar), dan Phan Bội Châu (Vietnam), terinspirasi oleh semangat revolusioner Sun Yat Sen.

Gagasan “San Min Chu I” turut memengaruhi gerakan nasional Asia Tenggara dalam melawan kolonialisme Eropa.

Selain itu, ajarannya tentang pemerintahan yang bersih, moralitas politik, dan ekonomi kerakyatan masih relevan hingga kini di tengah tantangan globalisasi dan ketimpangan sosial.

Penutup: Sun Yat Sen dan Warisan Abadinya

Sun Yat Sen bukan hanya tokoh revolusi politik, tetapi juga pemimpin visioner yang menanamkan cita-cita tentang bangsa yang bebas, bersatu, dan sejahtera.

Ia menunjukkan bahwa perubahan besar dapat dimulai dari visi seorang individu yang berani bermimpi melampaui batas zamannya.

Warisan pemikirannya — Tiga Prinsip Rakyat — tetap menjadi dasar bagi politik modern di Asia Timur dan sumber inspirasi bagi dunia tentang arti sejati perjuangan tanpa kekerasan dan kepemimpinan berlandaskan moral.

“The revolution is not yet finished. Every one of us must continue the effort.” — Sun Yat Sen (1866–1925)***

Ketik kata kunci lalu Enter